Kerusuhan etnis di Kalimantan Tengah
berakar pada pelanggaran yang telah berlangsung selama beberapa dekade atas
pelanggaran hak-hak masyarakat adat serta pengrusakan besar-besaran atas sumber
alam di propinsi tersebut.
Ketegangan
terus terasa di Kalimantan Tengah menyusul kerusuhan antar etnis yang
diperkirakan menewaskan 500 orang dan menyebabkan 80.000 orang terpaksa
meninggalkan rumah. Ini merupakan penderitaan terbaru selama sejarah panjang
kerusuhan di Kalimantan Tengah dan Barat. Kerusuhan ini marak pada tanggal 17
Februari di Sampit, ibukota Kabupaten Kotawaringin Timur,
ketika – dengan
alasan masih belum bisa dipastikan - sebuah rumah milik penduduk asli Dayak
dibakar habis. Menurut laporan orang-orang setempat, ada komplotan orang Madura
yang baru saja tiba berkeliling Sampit sambil memekik ‘Matilah Orang Dayak.’
Ratusan orang Dayak mengungsi keluar dari kota atau berlindung di
gereja-gereja. Setelah berita itu menyebar orang Dayak dalam jumlah besar
kemudian kembali ke Sampit untuk membalas dendam. Enam orang tewas. Kerusuhan
menyebar dengan cepat ke kota maupun kampung sekitar dan mencapai ibukota
propinsi Palangkaraya, 220 kilimeter ke sebelah Timur. Dalam sebuah insiden
terburuk saat kerusuhan, 118 orang Madura yang sedang dalam perjalanan ke
Sampit dibunuh oleh orang Dayak di kampung Parenggean pada tanggal 25 Februari,
setelah polisi pengawal mereka melarikan diri.
Pada
tanggal 2 Maret, kekerasan cukup mereda dan memungkinkan kunjungan Wakil
Presiden Megawati selama 30 menit ke kem pengungsi di Sampit yang kemudiaan
diikuti dengan kunjungan singkat Presiden Wahid pada tanggal 8 maret ke Sampit
dan Palangkaraya. Bagaimanapun ketenangan yang relatif itu hanya bisa tercapai
karena sebagian besar pendatang orang Madura sudah bersembunyi di kem-kem,
mengungsi ke Banjarmasin, ibukota propinsi tetangga, Kalimantan Selatan, atau
sudah dievakuasi ke Jawa. Kekerasan lebih lanjut terjadi setelah kunjungan
Wahid dimana enam orang pengunjuk rasa Dayak ditembak mati polisi.
Pada
tanggal 22 Maret terjadi lagi kerusuhan di dan di sekitar ibukota Kabupaten
Kuala Kapuas. Sebanyak 17 orang lagi dilaporkan tewas dan banyak rumah serta
harta benda yang dibakar. Banyak orang Madura meminta perlindungan polisi.
Polisi mendapat perintah tembak ditempat terhadap para perusuh.
Bulan
April kerusuhan baru berupa pembakaran rumah dilaporkan di Pangkalan Bun,
ibukota Kabupaten Kotawaringin Barat. Menurut polisi setempat, kerusuhan
diawali oleh sekitar 400 orang yang tiba dengan menggunakan truk dari arah
Sampit yang berhasil menerobos para polisi yang mencegah mereka untuk memasuki
kota. Mereka mulai membakari rumah-rumah orang Madura, sekaligus menciptakan
arus pengungsi lebih lanjut. Kembali ke Sampit, orang Dayak bentrok dengan
polisi pada tanggal 10 April ketika para pengunjuk rasa yang marah memprotes
penahanan dan penembakan orang Dayak. Para pengunjuk rasa menuntut agar semua
polisi mundur dari kota. Tembakan dilepaskan dan seorang awam tewas.
Kelompok
hak asasi manusia mengkritik kelambatan dan ketidak-efektifan tanggapan polisi
dalam mengatasi kerusuhan dan menentang anjuran, yang didukung oleh beberapa
pejabat di Kalimantan, dilakukannya evakuasi massa orang Madura. Sebagian
pengungsi menolak meninggalkan Kalimantan dengan mengatakan mereka tidak punya
saudara di Madura dan Jawa Timur. Dalam sebuah pernyataan bersama yang
dikeluarkan tanggal 1 Maret, sembilan LSM nasional mengkritik perhatian
pemerintah dalam bentuk menyediakan kapal untuk mengevakuasi pengungsi dan
memperingatkan bahwa hal itu akan "menyebar-luaskan benih-benih kerusuhan
di seluruh nusantara."
Sejumlah
usaha secara formal sudah ditempuh untuk membawa pihak-pihak yang bertikai ke
meja perundingan dan mengurangi ketegangan. Hal ini mencakup pertemuan di
Jakarta antara pemimpin Dayak dan Madura pada tanggal 22 Maret, yang mencapai
kesepakatan bahwa saat itu masih terlalu cepat untuk memikirkan kemungkinan
pengembalian orang Madura ke rumah-rumah mereka di Kalimantan. Pada akhir
Maret, orang Dayak, Lodewijk Penyang, ditunjuk menjadi Kepala Kepolisian Daerah
Kalimantan Tengah. Ia mengumumkan pembayaran denda adat dan upacara tiga hari
untuk penembakan polisi terhadap orang Dayak yang menewaskan empat orang.
LSM
dan kelompok mahasiswa juga mengadakan pertemuan dan mengeluarkan pernyataan
yang mendesak diakhirinya kekerasan dan menyerukan penyelesaian konflik melalui
dialog. Rencana lebih lanjut mencakup Kongres Kalimantan dan Kongres Dayak. Di
wilayah tetangga Kalimantan Timur dan Barat ada inisiatif untuk mencoba
mencegah maraknya kerusuhan etnis di sana.
Akar
Konflik
"Pembantaian
yang terjadi tidak bisa disederhanakan sebagai konflik antara orang Dayak
dengan Madura, apalagi sebagai konflik agama. Tapi akar dari masalah ini sudah
lama tercipta ketika pemerintahan Orde Baru, yang didukung oleh lembaga-lembaga
hutang internasional, secara bersama-bersama menanam modal di proyek-proyek
besar, yang juga menanam akar dari konflik yang terjadi sekarang ini dan juga
menggambarkan situasi kemanusiaan di Indonesia secara umum”
(Pernyataan NGO, Jakarta 1 Maret 2001)
(Pernyataan NGO, Jakarta 1 Maret 2001)
Tidak
diragukan bahwa akan terjadi lebih banyak konflik jika sebab-sebab di balik
ketegangan di Kalimantan ini tidak diatasi. Walau stereotype budaya, atau
‘’bentrokan budaya’’ antara orang Madura dan bukan Madura sudah digunakan untuk
menjelaskan kekerasan, adalah penting untuk melihat pada sebab-sebab yang lebih
mendasar.
Konfrontasi
yang mengandung kekerasan antara orang Dayak dengan pemukim Madura terjadi di
bawah pemerintahan jaman Presiden Sukarno, di jaman Suharto, dan juga di bawah
pemerintahan Wahid. Di Kalimantan Tengah, tahun lalu, empat orang tewas dalam
insiden di Kumai pada Bulan Agustus serta di Ampalit pada Bulan Desember, dan
banyak harta benda termasuk rumah yang juga dibakar. Bentrokan bisa ditarik
sampai pada tahun 1950-an di wilayah tetangga Kalimantan Barat. Di sini pada
tahun 1996 dan awal 1997 kekerasan antara kedua kelompok menyebabkan sedikitnya
600 orang tewas (DTE 32). Sebanyak 260 orang lagi tewas pada awal 1999 (DTE
41:4). Empat tahun setelah kerusuhan tersebut, diperkirakan 40.000 pengungsi
Madura hidup dalam kondisi yang menyedihkan di penampungan-penampungan
sementara di ibukota propinsi Kalimantan Barat, Pontianak.
Penyebab
utama dari konflik antara masyarakat adat dengan pemukim Madura – dan
konflik-konflik lain di Indonesia - adalah ‘pembangunan’ yang dipromosikan
rejim Suharto selama tiga puluh tahun lebih. Sumber-sumber daya alam, termasuk
hutan dan tambang Kalimantan diberikan kepada elite bisnis yang berkuasa
sebagai konsesi. Pemilik adat - masyarakat adat Dayak - secara sistematis
ditolak hak-haknya atas tanah dan sumber daya alam. Mereka tidak punya jalan
untuk menempuh langkah hukum dalam mempertahankan hak-hak mereka karena,
berdasarkan undang-undang Indonesia, hutan merupakan milik negara.
Hutan
tropis diubah menjadi plywood, tripleks, dan kayu untuk dieksport atas nama
pembangunan. Perusahaan-perusahaan kayu raksasa yang mengeruk keuntungan besar
dari menanam modal di perkebunan, perbankan, dan perumahan, menjadi konglomerat
raksasa. Kekayaan alam Kalimantan mengalir ke tangan-tangan keluarga Suharto
dan rekan-rekan bisnisnya dan membantu memicu kemajuan ekonomi yang berakhir
pada pertengahan 1990-an. Banyak perubahan yang terjadi di Indonesia sejak
ambruknya perekonomian Asia, jatuhnya Suharto dan terpilihnya pemerintahan
demokratis yang baru, namun model kesejahteraan ekonomi yang diarahkan pada
eksploitasi habis-habisan sumber daya alam masih tetap saja. Berdasarkan
undang-undang otonomi regional yang baru, wilayah-wilayah harus mendapatkan
pemasukan yang cukup dari sumber daya alam di bawah kendali mereka untuk
membiayai layanan publik, mendukung birokrasi, dan memberikan keuntungan kepada
elite setempat serta mengirimkan bagian keuntungan ke Jakarta.
Komunitas
internasional mendukung proses ini. ‘Paket penyelamatan ekonomi’ IMF mendorong
eksport kayu, tambang, dan hasil perkebunan seperti minyak kelapa sawit untuk
menyeimbangkan neraca ekonomi Indonesia. Ini termasuk membayar hutang kepada
kreditur internasional yang senang meminjamkan pada masa Suharto. Bank Dunia
mendanai program transmigrasi pemerintah Indonesia selama bertahun-tahun dan
dengan Bank Pembangunan Asia mendukung sistem tanaman industri yang tergantung
pada pekerja transmigran. Menurut angka Bank Dunia, selama tahun 1980-1985
(ketika dukungan Bank Dunia terhadap transmigrasi tinggi) 109.800 transmigran
yang disponsori pemerintah bermukim di Kalimantan Tengah , dan di sana jumlah
ini mencerminkan 65% dari pertumbuhan penduduk di sana. Angka-angka pemerintah
tentang transmigrasi ke Kalimantan Tengah selama tahun 1969-1998 adalah 117.380
keluaraga atau sekitar 5,9 juta jiwa. Angka total untuk Kalimantan adalah
426.446 keluarga dan angka total nasional adalah 1,9 juta keluarga. Sepanjang
tahun-tahun belakangan ini transmigrasi ke Kalimantan Tengah terpusat pada
bencana proyek raksasa di Kalimantan Tengah yang ditujukan untuk mengubah satu
juta hektar lahan gambut menjadi lahan pertanian PADI (DTE 38).
Dalam
pernyataan pada bulan Maret, LSM Indonesia menuntut agar lembaga-lembaga
seperti Bank Dunia “mengakui kegagalan dan kesalahan mereka kepada orang-orang
yang terkena ledakan kerusuhan” dan “memberlakukan rehabilitasi dan peningkatan
yang tidak pernah dilaksanakan.” Mereka juga menuntut agar Bank Dunia, IMF dan
ADB, serta perusahan-perusahaan raksasa lebih terbuka pertanggung-jawabannya
“untuk mencegah terulangnya tragedi kemanusiaan yang SIA-SIA.”
Perubahan
pesat
Suku
Dayak yang beraneka-ragam menjadi subyek dari perubahan yang besar dan pesat
selama dekade terakhir ini. Gaya hidup tradisional sudah tersapu dalam satu
atau dua generasi di KEBANYAKAN tempat. Masyarakat Dayak tidak bisa lagi hidup
dari perkebunan hutan dan penebangan kayu skala kecil begitu perusahaan kayu
menggunduli kayu-kayu yang bernilai, persisnya begitu perusahaan PERKEBUNAK
masuk untuk menghabiskan apa yang tersisa. Penebangan kayu komersial dan
perkebunan kelapa sawit yang menggantikannya lebih suka menggunakan pekerja
pendatang daripada orang Dayak. Banyak diantara mereka adalah pendatang
spontan, orang-orang dari pulau-pulau lain yang mencari kesempatan untuk
mendapatkan tanah dan membangun usaha dagang kecil.
Kalimantan
Tengah menjadi contoh masalah ini. Ekonomi setempat tergantung pada kayu dan
perkebunan. Kabupaten Kotawaringin Timur, dengan ibukota Sampit, mencakup
wilayah 5 juta hektar, yang tiga puluh tahun LALU hampir seluruhnya merupakan
hutan. Kini hanya 2,7 juta hektar yang dirancang sebagai ‘tanah hutan.’ Sisanya
menjadi lahan pertanian, perkebunan, PEMUKIMAN atau semak belukar maupun lalang
yang tidak produktif. Hanya 0,5 juta hektar yang digolongkan sebagai ‘hutan
lindung’ dan orang setempat dilarang oleh hukum untuk menggunakannya sebagai
sumber penghidupan. Satu juta hektar lebih merupakan sisa-sisa hutan yang
MAUNYA diubah menjadi industri pertanian. Penebangan hutan gelap meluas dan
hutan diperkirakan akan ditebang habis secara komersial dalam waktu sepuluh
tahun. Orang setempat hanya mendapat sedikit sebagai ganti dari hutan mereka
yang hilang. Sebagian besar hidup di bawah garis kemiskinan.
Pemuda
Dayak – yang menjadi judul berita sebagai “orang biadab” yang haus darah, yang
memburu pendatang Madura - adalah korban dari proses panjang yang
berlarut-larut dalam pengrusakan identitas mereka. “Pembangunan” telah mengikis
gaya hidup tradisional dan menganggap remeh otoritas pemimpin masyarakat serta
menawarkan sedikit sekali kepada para pemuda asli setempat. Mayoritas hanya
punya pendidikan dasar beberapa tahun karena kurangnya sekolah dan uang untuk
membayar uang sekolah. Mereka tidak dilengkapi dengan baik untuk bersaing
SECARA EKONOMI dengan pendatang. Sebagian besar mengandalkan pekerjaan manual
dengan gaji rendah dan pekerjaan tidak tetap. Seluruh generasi dijanjikan masa
depan yang cerah, mula-mula dengan janji pembangunan Soeharto, melalui
reformasi, dan kini demokrasi. Namun sebagian besar masih tetap miskin dan
tidak berdaya. Sama seperti di daerah-daerah lain tempat maraknya ‘konflik
horizontal,’ orang-orang di Kalimantan Tengah yang tidak berdaya menuding
kelompok lain karena mereka frustasi dan tidak tahu siapa lagi yang harus
dituding untuk kesulitan hari demi hari. Sasaran orang Madura berkaitan dengan
persepsi umum di kalangan orang Dayak dan KELOMPOK suku lainnya di Kalimantan
bahwa orang Madura secara budaya sombong dan MEREKA lebih disukai dibanding
suku-suku lainnya dalam pekerjaan, dan tidak dihukum polisi jika melakukan
kejahatan. Beberapa pemimpin Dayak, dan Madura, membuat perbedaan antara
masyarakat Madura yang sudah lama berdiam yang sudah menyesuaikan diri dengan
Kalimantan dan tahu bagaimana untuk hidup berdampingan dengan suku lainnya, dan
para pendatang baru yang lebih suka menyinggung perasaan orang setempat. Para
pemukim dari suku-suku lainnya jarang muncul di dalam laporan media dari
Kalimantan, walau banyak kasus keluarga non-Madura bergabung dengan pengungsi
yang meninggalkan Kalimantan karena kuatir mereka akan menjadi sasaran kelompok
Dayak.
Hanya
sedikit keraguan kalau perorangan atau kelompok tertentu memanipulasi potensi
konflik yang ditimbulkan oleh stereotype budaya dan atau yang membantu
pengekalannya. Ada dugaan bahwa kelompok-kelompok yang berbeda dalam elite
Dayak di Palangkaraya menggunaka ‘kartu anti Madura’ dalam persaingan merebut
posisi politis – yang berdasarkan otonomi wilayah sekarang makin dipertaruhkan.
Keengganan para pemimpin politik Dayak untuk mengecam pengungsian massal orang
Madura mungkin saja mendorong kekerasan ini.
Pihak lain yang mengambil untung besar
dari konflik ini adalah militer Indonesia. Di sini, seperti di wilayah-wilayah
lain negeri yang ada konfliknya, militer menggunakan kekerasan untuk
mengesahkah kesinambungan peran yang mencolok. Anggota aparat keamanan juga
mengambil kesempatan dari tragedi ini untuk mendapatkan uang dengan memaksa
para pengungsi yang ketakutan membayar pengawalan mereka.
ASSALAMU ALAIKUM.WR.WB.. SAYA TERMASUK ORANG YANG GEMAR BERMAIN TOGEL,SETELAH SEKIAN LAMANYA SAYA BERMAIN TOGEL AKHIRNYA SAYA MENEMUKAN NOMOR SEORANG PERAMAL TOGEL YANG TERKENAL KEAHLIANNYA DI SELURUH DUNIA,NAMANYA
BalasHapusKIYAI_SUNAN DAN SAYA BENAR BENAR TIDAK PERCAYA DAN HAMPIR PINSANG KARNA KEMARIN ANGKA GHOIB YANG DIBERIKAN OLEH KIYAI 4D DI PUTARAN SGP YAITU 1918 TERNYATA BETUL-BETUL TEMBUS. SUDAH 2.KALI PUTARAN SAYA MENAN BERKAT BANTUAN KIYAI
PADAHAL,AWALNYA SAYA CUMA COBA COBA MENELPON DAN SAYA MEMBERITAHUKAN SEMUA KELUHAN SAYA KEPADA KIYAI_SUNAN DISITULAH ALHAMDULILLAH KIYAI_SUNAN TELAH MEMBERIKAN SAYA SOLUSI YANG SANGAT TEPAT DAN DIA MEMBERIKAN ANGKA YANG BEGITU TEPAT..,MULANYA SAYA RAGU TAPI DENGAN PENUH SEMANGAT ANGKA YANG DIBERIKAN KIYAI ITU SAYA PASANG DAN SYUKUR ALHAMDULILLAH BERHASIL SAYA JACKPOT DAPAT 500.JUTA,DAN BETAPA BAHAGIANYA SAYA BERSUJUD-SUJUD SAMBIL BERKATA ALLAHU AKBAR…..ALLAHU AKBAR….ALLAHU AKBAR….SEKALI LAGI MAKASIH BANYAK YAA KIYAI,SAYA TIDAK AKAN LUPA BANTUAN DAN BUDI BAIK KIYAI, BAGI ANDA SAUDARAH-SAUDARAH YANG INGIN MERUBAH NASIB SEPERTI SAYA TERUTAMA YANG PUNYA HUTANG SUDAH LAMA BELUM TERLUNASI SILAHKAN HUBUNGI KIYAI_SUNAN DI NOMOR HP: 082_349_535_132